Pemenuhan Hak Para Pihak Dalam Eksekusi Hak Tanggungan Berdasarkan Undang-Undang No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Ramses Terry, SH.MH.MA.CMLC
Ramses Terry, SH.MH.MA.CMLC
Investigasi Birokrasi,- Keadilan dan kepastian hukum merupakan dua tujuan hukum yang sering kali tidak sejalan satu sama lain dan sulit dihindari dalam praktik hukum. Berbagai peraturan hukum yang lebih banyak memenuhi tuntutan kepastian hukum akan semakin besar pula kemungkinannya mendesak aspek keadilan. Oleh karena itu, ketidaksejalanan antara keadilan dan kepastian hukum berdampak pada perlindungan hukum warga masyarakat, termasuk terkait dengan lelang eksekusi hak tanggungan.

Maka efektifitas dan efisiensi eksekusi hak tanggungan yaitu dimaksudkan bahwa pelaksanaan eksekusi hak tanggungan tersebut haruslah efektif untuk kepentingan semua pihak. Bagi kreditur akan mendapatkan pembayaran maksimal dari hasil lelang eksekusi, dan debitur mendapatkan hasil penjualan yang sangat maksimal untuk membayar seluruh utangnya kepada kreditur. Apabila terdapat kelebihan dari hasil lelang, maka anggaran tersebut menjadi haknya dari debitur, maka penjamin hanya bertanggung jawab senilai jaminannya. Sehinga disisi lain bahwa pembeli lelang yang beritikad baik haruslah dilindungi oleh ketentuan yang berlaku dan mendapatkan keuntungan untuk memiliki, menguasai, dan mendapatkan keuntungan dari objek yang dibelinya.

Apabila kita melihat pelaksanaan lelang terhadap objek hak tanggungan ketika debitur sudah macet haruslah dilakukan dengan maksimal, baik terhadap proses dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, maupun maksimal dalam perolehan hasil penjualan lelang sehingga tercipta perlindungan hukum terhadap para pihak. Oleh karenanya, para pihak menerima hak-haknya setelah terlebih dahulu melaksanakan kewajibannya masing masing berikut dengan penjelasan dan hal hal yang prinsip yang dilakukan dalam praktiknya, sehingga pelaksanaan lelang dilakukan dengan maksimal untuk memperoleh hasil lelang yang maksimal pula.

Read More

Oleh karena itu, pemerintah atau negara Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mendapat penerimaan pajak dan bea bukan pajak dari penjual dan pembeli lelang. Sehingga biaya lelang yang dibebankan kepada penjual atau kreditur adalah sebesar 1.5% dari harga jual dan pajak penghasilan sebesar 2,5% dari harga jual lelang. Apabila kita lihat, sementara itu kepada pembeli lelang dibebankan bea lelang sebesar 2% ditambah dengan biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar 5% dari harga jual lelang.

Menurut hukum perbankan, pada dasarnya setiap penyelesaiaan utang atau kredit macet bertujuan untuk mengeksekusi jaminan utang melalui Pengadilan Negeri untuk mendapatkan putusan hukum yang tetap. Sehingga hal ini memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Dalam memenuhi kepastian hukum bahwa eksekusi tersebut, undang-undang memberikan landasan hukum atau memberikan dasar hukum untuk melakukan eksekusi jaminan yaitu berdasarkan Rumusan Pasal 224 HIR atau Rumusan Pasal 258 RBg pada bagian atas pada grosse akta tersebut tertera irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang mempunyai kekuatan yang sama dengan Putusan hakim, dan berdasarkan Rumusan Pasal 14 Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan dengan tegas bahwa pada sertifikat hak tanggungan memuat irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, serta berdasarkan Rumusan Pasal 6 Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan dengan tegas berbunyi bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak menjual objek hak tangunggan atas kekuasaan sendiri dengan melalui pelelangan umun serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tetsebut.

Sebenarnya kunci kesuksesan dari lelang yaitu terciptanya harga lelang yang optimal berada ditangan Penjual, sehingga pada pelaksanaan pengumuman lelang dan pemberian kesempatan yang sama dan kemudahan kepada para peminat lelang serta pilihan tempat lelang yang baik dan dapat dijangkau oleh peserta lelang dan beberapa hal yang penting dilakukan oleh penjual dengan sebaik baiknya sesuai dengan esensi dari tahapan tersebut. Mengutip pendapat Isti Indri Listianai, yaitu dalam pelaksanaan lelang, penjual bertanggung jawab terhadap keabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang serta bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul dikarnakan ketidakabasahan barang dan dokumen persyaratan lelang.

Oleh : Ramses Terry, SH.MH.MA.CMLC
Advokat,Konsultan Hukum Pertambangan Indonesia, Wakil Ketua Ujian Profesi Advokat DPN Peradi, Direktur Hukum dan Kebijakan Publik LBH Partai Hanura.

Related posts