Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika Dalam Perspektif Tindak Pidana Khusus

Penyalahgunaan Narkotika

 

Ramses Terry, SH.MH.MA.CMLC Praktisi Hukum & Akademisi, Mediator, Arbiter, Konsultan Hukum Pertambangan Indonesia, Wakil Ketua Ujian Profesi Advokat DPN Peradi, Direktur LBH Partai Hanura.
JAKARTA, Investigasi Birokrasi.net, Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berbanding lurus dengan perkembangan kejahatan yang muncul. Kalau kita melihat secara umum bahwa perkembangan kejahatan dipengaruhi oleh kemajuan pembangunan disuatu negara. Mengutip Hiroshi Ishikawa dalam journal Kriminologi Vol.4 th VI 1984 halaman 20 yang berjudul Crime Prevention in The of National Development, yang menyatakan it is generaly obseerved in almost every country in the word, the crime increases when developmenr accurs, bahwa proses modernisasi dalam segala kehidupan masyrakat merupakan akibat kemajuan teknologi. Sehingga kriminalisasi dengan perubahan sosial, ekonomi, teknologi yang terjadi. Maka dapat dilihat perubahan sosial dan sebagainya tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan hukum. Jika masyarakat berubah maka hukum ikut juga berubah, karena perubahan hukum merupakan resultante dari perubahan masyarakat.

Dengan seiringnya perkembangan dan kemajuan tersebut, maka akan tumbuh juga tindak pidana baru, sehingga menuntut adanya suatu pembaharuan Hukum Pidana materiil dan formil, maka dalam aspek hukum Acara Pidana, apabila penegakan hukum didasarkan kepada Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, maka penegakan hukum akan mengalami berbagai kendala dalam membuktikan kejahatan yang dilakukan oleh pihak pihak yang profesional seperti kejahatan yang tergolong kejahatan luar biasa (Extra Ordonary Crime) atau kejahatan berkerah putih (White Collor Crime). Kedua jenis kejahatan ini membutuhkan cara cara, inovasi, kretifitas daripada penegak hukum untuk mengumpulkan alat bukti dan barang bukti sebagai landasan argumentasi untuk membuktikan kesalahan pelaku kejahatan.

Apabila kita melihat hukum acara pidana ini, itu sangat terlihat pada karakter peraturan perundang undangannya yakni sebagai suatu mekanisme untuk menegakan hukum dan keadilan. Sehingga keberadaan hukum pidana tetsebut harus dapat memberikan jaminan hak asasi manusia, peradilan yang tidak memihak dan memberi kemanfaatan bagi semua pihak. Oleh karena itu, hukum acara pidana harus menyesuaikan diri dengan perkembangan hukum pidana materiil. Dalam Hukum pidana materiil sangat terus berkembang seiring dengan perubahan perubahannya. Dikarnakan semakin tumbuh tindak pidana baru, maka semakin beragam hukum acara pidana yang muncul. Didalam konteks sistem peradilan pidana terpadu dimana terdapat beberapa subsistem seperti kepolisian, kejaksaan, peradilan, penasehat hukum (advokat) dan lembaga pemasyarakatan dalam kerangka penegakan hukum dan keadilan yang sejajar dan harmonis. Mengutip Djaya Sutana dalam Journal Kertha Patrika Vol 29 No.1/2004 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Paradigma Baru dalam Pemberantasannya mengatkan bahwa sistem peradilan pidana dilatarbelakangi oleh arti pentingnya koordinasi antar aparat penegak hukum, profesionalisme, serta wawasan pengetahuan yang luas, sehingga pemisahan kewenangan menurut KUHAP mengandung arti keharusan untuk saling koordinasi, korelasi serta melakukan konsultasi di dalam proses perkara pidana.

Di dalam proses tindak pidana khusus yang berada di luar hukum pidana umum yang mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang tertentu. Dan bahkan proses tindak pidana khusus mengatur secara tersendiri mekanisme penagakan hukumnya, dan bahkan hukum tindak pidana khusus dapat menentukan pembentukan lembaga penegak hukum secara mandiri seperti komnasham, KPK dan BNN yang dimana dibentuk untuk menangani delik penyalahgunaan narkoba sehingga tindak pidana khusus merupakan bagian dari hukum pidana umum yang tidak dapat dipisahkan, namun hanya beberapa hal saja yang menyimpangi hukum pidana umum. Mengutip Aziz Syamsudin dalam pandangannya mengatakan bahwa hukum pidana khusus yaitu undang undang dibidang tertentu yang bersanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur dalam undang undang tindak pidana khusus, kewenangan dalam proses penyelidikan dan penyidikan antara lain meliputi kepolisian, kejaksaan, PPNS dan KPK.

Narkoba merupakan istilah sosial yang sering disebutkan untuk merujuk pada istilah narkotika dan obat obatan berbahaya lainnya. Dalam terminologi narkoba umumnua disebutkan atau digunakan pihak kepolisian, BNN, kejaksaan dan hakim dan petugas lembaga pemasyarakatan. Mengutip Wililam Benton, narkoba merupakan istikah umum untuk menyebutkan semua jeins zat yang daoat melemahkan atau zat yang dapat mengurangi rasa sakit, namun pada dasarnya istilah narkoba digunakan dalam aspek pemerintahan dengan nama narkotika, psikiotropika, dan zat aktif lainnya disingkat dengan nama NAPZA. Oleh karena itu, istilah NAPZA juga dipakai dalam berbagai sektor pelayanan kesehatan khususnya terhadap penanggulangan kesehatan fisik, psikis, dan sosial.

Didalam surat edaran BNN No. SE/03/IV/2002 disebutkan bahwa NAPZA asalah singkatan dari narkotik, alkohol phisikotropika dan zat adiktif lainnya yang dibatasi dan dilarang penggunaannya. Maka dalam peraturan tersebut dijabarkan bahwa NAZPA berupa zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semua sintesis yang dapat berakibatkan pada penurunan dan perubahan kesadaran, menghilangkan rasa sakit dan dapat menyebabkan pengguna adiksi secara terus menerus.

Sehingga korban NAZPA merupakan pelaku penyalah guna dan menggunakan narkoba itu sendiri. Melihata dari kacamata Ilmu Kriminologi dan viktimologi dijelaskan bahwa kejahatan penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan seseorang sebagai pelaku dan dapat juga orang tersebut menjadi korban.

Berdasarkan Undang Undang RI No. 22 Tahun 1997 bahwa pengertian pecandu narkoba yaitu seseorang yang salah menggunakan narkotika dan telah adiksi terhadap narkotika tersebut baik secara fisik maupun psikis.

Oleh sebab itu, narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis, maupun semi sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang.

Dalam Rumusan Undang Undang Narkotika pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa narkotika merupakan zat buatan atau pun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran, serta menyebabkan kecanduan. Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kecanduan jika pemakaiannya berlebihan.

Pemanfaatan dari zat-zat itu adalah sebagai obat penghilang nyeri serta memberikan ketenangan. Sehingga Penyalahgunaannya bisa terkena sanksi hukum.

Related posts