Potensi Nikel dalam Kajian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara.

Potensi Nikel dalam Kajian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara.
Jakarta, Investigasi Birokrasi
Pada masa transisi energi seperti saat ini, komoditas nikel cukup menjadi sorotan dunia, Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar dan produsen nikel nomor satu di dunia memiliki potensi dan perannya yang luar biasa dalam pasar nikel dunia. Indonesia merupakan tolak ukur negara lain dalam mengambil keputusan, baik sebagai kompetitor maupun konsumen.

Nikel semakin terdepan dan berkembang pada 2021, karena banyak negara membutuhkan nikel. Pada era 2020 persediaan nikel dunia (nickel Reserves worldwide) tercatat total 94 miliar metrik ton dan Indonesia paling tinggi dengan total 22,4%.  Hal ini bisa dikatakan bahwa Indonesia memiliki sumber nikel terbesar dari beberapa negara yang tercatat di dunia yang memiliki nikel. Material bijih nikel sendiri dibagi menjadi dua tipe, yaitu limonite dan saprolite.

Tahun 2020 jumlah IUP (Izin Usaha Pertambangan) di Indonesia ada sekitar 330 IUP yang terbagi atas 6 provinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Total sumber daya 328 + 2 Kontrak Karya (KK).
Nikel terbagi menjadi 2 total sumber, yaitu total sumber daya dan total cadangan.

Total sumber daya bijih nikel sebesar 13. 737, 19 juta wmt, jika jadikan logam sebesar 143,1 juta wmt. Sedangkan total cadangan bijih nikel sebesar  4.561,69 juta wmt, jika dijadikan logam sebesar 49,2 juta wmt. Badan Geologi melakukan 2 macam pengelompokan, yaitu batas kadar 1,5% dan 1,7%.  Tidak hanya itu, Badan Geoglogi juga mengelompokan berdasarkan tipe material bijih nikel, namun tidak semua perusahaan menyertakan tipe material bijih nikel.

Total sumber daya bijih nikel di 305 lokasi di Indonesia pada update Juli 2020 berjumlah 11.887 juta ton dengan total sumber daya logamnya 174 juta ton. Sedangkan total jumlah cadangan bijih nikel 4.346 juta ton, total cadangan logamnya 68 juta ton yang terdapat di 305 lokasi IUP (Izin Usaha Pertambangan) di Indonesia.

Menurut Morgan dan Anders bahwa Kelimpahan nikel di bumi merupakan salah satu yang tertinggi dibandingkan unsur lain, dan hanya beberapa unsur saja yaitu seperti besi, oksigen, slikon, magnesium, dan sulfur, yang memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan nikel. dikarnakan nikel menjadi unsur ke enam yang paling mudah ditemui dibumi. Sehingga, walaupun kelimpahannya sangat amat tinggi, tidak lebih dari separoh jumlah yang ada dibumi dapat ditambang secara ekonomi.

Menurut pandangan dari Nickle Institute pada tahun 2021, bahwa Nikel dalam bentuk endapan sulfida maupun endapan laterit banyak tersebar di berbagai negara seperti Australia, Indonesia, Afrika Selatan, Rusia, dan Kanada memiliki cadangan terbanyak, bahkan mencapai 50% cadangan nikel global.

Maka, tersebarnya endapan nikel baik secara primer maupun nikel laterit didunia cukup merata. Dan di masing masing benua, terdapat kedua jenis endapan nikel ini yang telah dieksplorasi dengan baik. Selain itu, terdapatnya nikel ini di berbagai zona iklim juga merata, dan di area yang berada di iklim tropis, hangat, dingin serta memiliki endapan nikel, baik endapan nikel primer maupun laterir, sehingga beberapa keberadaannya juga sudah di eksploitasi secara masif.

Nikel merupakan komiditas yang sedang banyak diminati saat ini dan kedepannya diproyeksikan akan terus meningkat seiring banyaknya industri yang berkembang sebagai bentuk pengembangan dan pengolahan akhir komoditas logam diberbagai sektor di dunia, sehingga nikel tersebut keberadaannya di berbagai negara di dunia sedang banyak di eksplorasi.

Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam Rumusan Pasal 102, yang
Isinya menyebutkan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Tambahan Khusus wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara di melaksanakan penambangan, pengolahan, dan pemurnian serta pemanfaatan mineral dan batubara.

Rumusan Pasal 103 ayat 1, bahwa langkah-langkah yang ditempuh untuk melaksanakan program tersebut mensyaratkan adanya pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan (smelter) di dalam negeri.

Dalam rumusan Pasal 170 juga mewajibkan perusahaan Kontrak Karya untuk melaksanakan kewajiban membangun smelter di dalam negeri. Sehingga, Untuk melaksanakan aturan tersebut pemerintah mengeluarkan dua aturan, yaitu Pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara. Kedua, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kriteria Peningkatan Nilai Tambah.

Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Nomor 1 menegaskan pemegang kontrak karya sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 170 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka wajib memurnikan hasil tambang dalam negeri.

Sehingga Peraturan tersebut menyebutkan bahwa penjualan mineral mentah ke luar negeri dapat dilakukan dalam jumlah tertentu dan dalam bentuk pengolahan dalam waktu tiga tahun sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014.
Beberapa larangan dasar didasarkan pada banyak faktor. Dan salah satunya dengan hasil analisis dampak kebijakan pemerintah.

Dalam Kebijakan Larangan Ekspor Bahan Baku Pertambangan dan Mineral yang diterbitkan Kementerian Perdagangan disebutkan, sumber daya nikel Indonesia pada 2011 sebesar 2.633 juta ton bijih dengan potensi cadangan mencapai 577 juta ton bijih.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2013 merupakan puncak tertinggi ekspor nikel Indonesia yang mencapai 64.802.857 ton atau 1.685.247 dollar AS.

Mengacu pada data tersebut, ada enam negara utama yang menjadi tujuan ekspor nikel Indonesia, yakni Jepang, China, Australia, Swiss, Yunani, dan Ukraina.

Untuk menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat Indonesia dalam mengelola sumber daya alamnya, Pemerintah Indonesia sekali lagi dengan tegas melarang ekspor melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Oleh: Ramses Terry, SH.MH.MA.CMLC

Advokat, Dosen, Mining, Mediator, Wakil Ketua Ujian Profesi Advokat DPN Peradi.

Related posts