Maraknya Debt Collector, Sekcam PP PAC Neglasari Kota Tangerang Meminta APH Turun Tangan

Sekcam PP PAC Neglasari Kota Tangerang
Tangerang Kota, Investigasi Birokrasi.net, Maraknya debt collector yang menarik paksa kendaraan di jalanan, menagih utang dengan cara premanisme menarik kendaraan yang masih dalam status cicil sehingga menciptakan dampak negatif bagi masyarakat pengguna jalan.

Bukan hanya itu kejadian penarikan kendaraan bermotor berupa mobil atau motor yang dilakukan secara paksa oleh debt collector dapat dengan mudah ditemui atau dilihat oleh masyarakat., hal ini tentunya membuat resah bagi masyarakat yang melakukan pembelian motor atau mobil secara kredit.

Penarikan di jalanan  oleh debt collector kerap terjadi di Neglasari Kota Tangerang, sehingga banyak warga yang mengeluh dan resah atas ulah debt collector (Mata Elang) di jalanan yang menarik paksa kendaraan tentunya menginginkan adanya penyikapan dari pihak-pihak terkait.

Read More

Murjaya, Sekretaris Pemuda Pancasila Pimpinan Anak Cabang Kecamatan Neglasari Kota Tangerang meminta terkait keresahan masyarakat itu, agar ada solusi dan harus ada tindakan dari Aparat Penegak Hukum (APH), karena hal itu sudah sangat meresahkan.

“Problem Debt Collector ini perlunya ditindak dari APH karena mengundang keresahan masyarakat sehingga ketakutan yang dialami khususnya Kreditur yang tidak nyaman dikala cicilannya menunggak, dengan adanya gaya premanisme yang dilakukan oknum Debt Collector (Mata Elang), padahal secara prosedur sudah diatur terkait adanya Fidusia”. Ungkap Murjaya.

Lanjut Murjaya, “untuk menciptakan suasana kondusif di lapangan maka saya berharap perlunya penertiban dan sekali lagi saya tegaskan agar keterlibatan APH agar bisa meminimalisir keadaan tersebut, tegasnya.

Dirinya juga mengatakan bahwa petugas penagih (Debt Collector) juga harus bisa menunjukkan sertifikat profesi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, mereka juga harus membawa bukti dokumen debitur yang mengalami wanprestasi pembayaran cicilan, serta salinan sertifikat jaminan fidusia”, tutupnya.

Seperti yang tercantum dalam POJK Nomor 6/POJK.07/2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, perusahaan pembiayaan harus mencegah pihak ketiga melakukan segala tindakan yang menyalahgunakan wewenang, yang nantinya berakibat merugikan konsumen.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 pada pokoknya menyebutkan bahwa kekuatan eksekutorial pada Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.

bahwa eksekusi atau penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah masih terdapat perbedaan pendapat terkait teknis pelaksanaannya walaupun telah ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Namun ada hal-hal yang telah disepakti bahwa proses eksekusi atau penarikan kendaraan oleh debt collector harus dilengkapi dengan:

1. Adanya sertifikat fidusia
2. Surat kuasa atau surat tugas penarikan
3. Kartu sertifikat profesi
4. Kartu Identitas.

Baca berita dan informasi menarik lainnya dari investigasibirokrasi.net di Google News.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.