Oleh:
Ramses Terry, SH.MH.MA.CMLC Praktisi Hukum & Akademisi, Mediator dan Arbiter Industri Keuangan Indonesia, Konsultan Hukum Pertambangan Indonesia, Wakil Ketua Ujian Profesi Advokat DPN Peradi, Direktur LBH Partai Hanura.
Jakarta, Investigasi Birokrasi.net-Penegakan hukum adalah prosees penerapan hukum yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam masyarakat, untuk memastikan bahwa hukum tersebut dilaksanakan dan ditaati oleh setiap warga negara.
Proses ini melibatkan aparat keamanan dan pengadilan, yang bertugas memeriksa dan memproses tindakan-tindakan yang melanggar hukum, serta memberikan sanksi bagi mereka yang terbukti bersalah.
Tujuan dari penegakan hukum adalah untuk memelihara keamanan, stabilitas dan ketertiban masyarakat serta memastikan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama dan merasa aman dalam masyarakat.
Kejahatan money laundering merupakan sebuah istilah yang sudah lazim dan populer dikalangan masyarakat Indonesia atau dengan kata lain crime bagi orang inggris.
Akan tetapi jika ditanyakan apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kejahatan, dan orang mulai banyak berpikir dan atau mulai balik bertanya.
Menurut pandangan dari Hoefnagels bahwa kejahatan merupakan suatu pengertian yang relatif banyak pengertian yang digunakan dalam ilmu ilmu sosial yang berasal dari bahasa sehari hari.
Dalam tulisan Howard Abadinsky mengatakan bahwa kejahatan sering dipandang sebagai male in se atau mala prohibita, mala in se menunjuk kepada perbuatan yang pada hakikatnya kejahatan (misalkan Pembunuhan), Sedangkan Mala Pro Hibita menunjuk kepada perbuatan yang di larang.
Dalam tulisan Prof sahetapy pengertian atau makna kejahatan bisa tumpang tindih dengan pengertian kejahatan secara yuridis atau juga serupa dengan makna kejahatan secara kriminologi, namun yang jelas menurut Prof Sahetapy bahwa makna dan ruang lingkup kejahatan yuridis tidak sama dan tidak seruap dengan kejahatan secara kriminologi.
Oleh karena itu, munculnya berbagai bentuk kejahatan dalam dimensi baru, dan akhir akhir ini, menunjukan bahwa kejahatan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat termasuk kejahatan pencucian uang.
Menurut Hans G Nilson bahwa Money Laudering telah menjadi permasalahan yang menarik bagi masyarakat dunia pada hampir dua dekade dan khususnya dewan eropa yang merupakan organisasi internasional pertama dalam rekomendasi komite para mentri dari tahun 1980 telah mengingatkan masyarakat dunia internasional akan bahayanya terhadap denokrasi dan rule of law, dalam rekomendasi tersebut juga dinyatakan, bahwa transfer dana hasil kejahatan dari negara satu ke negara lainnya dalam proses pencucian uang kotor melalui penempatan dalam sistem ekonomi telah meningkatkan permasalahan serius, baik dalam skala nasional maupun internasional.
Sehingga hampir dalam satu dekade yang direkomendasikan tidak berhasil menarik perhatian masyarakat internasional terhadap masalah tersebut, dan setelah meledaknya perdagangan gelap narkotika pada tahun 1980 an, menyadarkan masyarakat internasional bahwa money loundering telah menjadi sebuah ancaman terhadap seluruh sistem keuangan dan pada akhirnya dapat menimbulkan persoalan serius tehadap stabilitas demokrasi dan Rule of Law.
Tindak pidana pencucian uang adalah upaya untuk menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang merupakan hasil kejahatan dengan melalui berbagai cara dan memasukannya ke dalam sistem keuangan agar harta kekayaan hasil kejahatan tersebut menjadi kelihatan legal.
Oleh karena itu, agar hasil kejahatan dapat menghasilkan keuntungan di sistem keuangan yang legal dan juga menjaga reputasi atau status sosial seseorang atau suatu kelompok, para pelaku melakukan tindak pidana pencucian uang.
Apabila kita melihat Transaksi per-hari di pasar modal atau capital market di berbagai negara termasuk di Indonesia mencapai triliunan rupiah.
Sehubungan dengan itu, transaksi efek di pasar modal sangat komplek dan juga volume perdagangan saham di pasar modal sangat besar. Akan tetapi transaksi jual beli efek di pasar modal berlangsung sangat sederhana. Hal itu membuat pasar modal di Indonesia sangat rentan terhadap tindak pidana pencucian uang.
Tujuan pencucian uang yaitu untuk memberikan legitimasi pada dana yang diperoleh secara tidak sah dan melanggar ketentuan hukum itu sendiri, walaupun dapat dikatakan tidak ada sistem pencucian uang yang sama, akan tetapi pada umumnya proses pencucian uang terdiri dari tiga tahap yaitu placement, layering dan integration.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dikatakan TPPU merupakan tindakan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
TPPU biasanya dilakukan oleh oknum untuk menyamarkan uang kotor, dengan kata lain, uang atau harta yang dijerat TPPU merupakan harta yang sudah diyakini merupakan hasil tindak pidana lain seperti korupsi, pencurian, penggelapan, atau tindakan kriminal lainnya. Adapun sanksi bagi pelaku TPPU mengacu pada pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010, tindak pidana pencucian uang bisa dipidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar
Baca berita dan informasi menarik lainnya dari investigasibirokrasi.net di Google News.